Sebagai penutup liburan semester genap gue yang lama bener (caileh pake penutupan segala) gue dan temen-temen telah merencanakan jauh-jauh hari secara matang bahkan sebelum liburan ini mulai untuk pergi ke suatu tempat. Awal rencana kita berenam manusia (gue, arif, wian, bagus, nike, dan novi) ngerencanain mau pergi ke Bali. Tapi karena mereka semua belum biasa jalan jarak jauh apa lagi naik kereta dari ujung ke ujung, kami urungkan untuk berpergian kesana. Lalu terpilih lah suatu dataran tinggi di jawa tengah yang katanya si itu tempatnya para Dewa. Yap benar sekali kita memutuskan untuk melancong ke Dieng!
Awal nya juga kita berencana untuk pergi di bulan Juni sebelum puasa, tetapi apa daya kita semua sibuk jadi diputuskan jalan di akhir liburan semester genap ini. Lambat laun kita berenam mengajak orang biar rame gitu cerita nya, akhirnya kesaringlah tiga anggota baru yang akan melakukan pelancongan ini yaitu si Lala, Detha, dan Fitri. Seiring berjalannya waktu, kita sudah booking penginapan yaitu di losmen Bu Djono yang katanya terkenal. Sewa 4 kamar untuk 3 hari 2 malam hanya 900K dengan kamar mandi luar, cukup murah untuk numpang tidur saja. Tetapi hal tersebut urung dilaksanakan pada H- beberapa saja karena ada kesalahan teknis dari temen gue. Awalnya rencana ini udah mau gagal tetapi syukurlah ternyata temen gue si Detha punya sodara di daerah Wonosobo, jadi kita nginep di rumah sodaranya detha dan tidak jadi menginap di Bu Djono supaya mengepress budget.
Minggu 24 Agustus 2014
Perjalanan dimulai pada minggu malam, kita naik kereta progo dengan harapan sampai Purwokerto subuh. Kereta jalan tepat pukul 22.30. Didalam kereta, gue pastinya langsung tidur, yang lain pada ngobrol tapi lambat laun pada tepar semua. Akhirnya sekitar pukul 04.15 kita tiba di stasiun besar Purwokerto, agak telat dari jadwal yang tertera di tiket. Sesampainya di stasiun kita semua menuju mushola sambil menunggu subuh. Setelah subuh baru perjalanan kami lanjutkan menggunakan bus untuk menuju Wonosobo.
Senin 25 Agustus 2014
Setelah solat subuh, kami semua bergegas keluar dari stasiun untuk mencari angkot dan pastinya juga sarapan. Akhirnya setelah menunggu cukup lama yaitu sampai jam 6 kurang 15 angkot sudah mulai bermunculan. Kami memilih angkot yang langsung menuju ke terminal dengan ongkos 3ribu. Sesampainya di terminal kami sudah dihadapkan dengan beberapa calo. Tetapi karena kami ingin naik bus lokal, diantarlah kami menuju pangkalannya dan jreeng langsung ada deh busnya. Negosiasi harga yang awalnya mereka minta 30 akhirnya bisa juga deal dengan harga 20rb (karna jumlah kita banyak, 9 orang men). Gak lama kita menata tas didalam bus, akhirnya bus pun jalan. Perjalanan kurang lebih 2.5 jam dari Purwokerto menuju Wonosobo dengan kecapatan super penuh tetapi tetap nyaman. Sekitar jam setengah 9 kita tiba di pinggiran kota wonosobo. Awalnya kita mau turun di plaza tetapi ternyata bus sudah tidak lewat sana lagi, jadi mau gak mau kita turun sebelum kota dan sambung lagi dengan angkot untuk turun di plaza. Sesampainya di plaza kita belanja dulu sembako supaya sopan saja saat kita bertamu di rumah seseorang. Gak lama setelah berbelanja akhirnya sodara detha datang menjemput, dan kami menyarter angkot yang hanya 30rb langsung menunju rumahnya yang benar-benar di pinggir jalan raya Dieng. Sesampainya dirumah kami langsung istirahat dan malam harinya kita pergi ke alun-alun Wonosobo bersama sodaranya detha sekedar ingin bermain saja sambil makan malam.
|
Di alun-alun Wonosobo |
|
Tepat di pohon beringinnya lho |
|
Saat itu udara sejuk dan gerimis |
Selasa 26 Agustus 2014
Rencana rabu ini yaitu mengunjungi objek wisata seperti Telaga Warna, Kawah Sikidang, dan Kawasan Candi Arjuna. Perjalanan dimulai pukul 9 pagi dengan membawa perlengkapan bahan bakar perut (bekel) yang cukup banyak supaya irit. Kita menuju dieng dengan menggunakan bus umum yang menurut kami cukup bagus, rapi, dan dingin (yaiyalah namanya juga di gunung). Dengan tarif 10ribu sekali jalan selama 45 menit akhirnya kita tiba di pusatnya dieng yaitu pertigaan losmen Bu Djono. Perjalanan dari wonosobo sampai Dieng itu hampir 98% menanjak dengan view yang sangat subhanallah, pokoknya puncak jabar mah kalah. Oke balik lagi sesampainya kita di pusat dieng, kami ambil ke arah kiri yaitu menuju telaga warna (ke kanan ke arah candi arjuna). Kita jalan kaki, gak jauh kok cuma 15 menit akhirnya kita sampai di Telaga Warna. Kami masuk ga dari pintu utama, yaitu pintu yang ada disamping telaga, jadi gratis deh kita. Pas udah masuk, bau belerang cukup menyengat tetapi semua itu terkalahkan dengan keindahan telaga warna yang sangat indah sekali.
|
Penarsisan selama perjalanan |
|
Jalan menuju telaga warna dan objek wisata lainnya |
|
Pose rame-rame dolo |
|
Disebuah batang yang fenomenal |
|
Batang yang satu lagi, goyangannya itu loh |
|
Itu monyet ada diatas mba, ati-ati -__- |
|
Indahnya Telaga Warna |
|
Peta Objek Wisata Dieng |
Puas menikmati keindahan alam Telaga Warna, kami melanjutkan untuk ke kawasan Candi Arjuna. Kami tidak jadi ke Kawah Sikidang sebab ternyata perjalanannya akan memutar dan akan dilaksanakan esok hari. Perjalanan dari telaga warna menuju candi arjuna cukup lumayan dengan waktu 20 menit jalan kaki santai, akhirnya kami sampai di depan pintu masuk candi arjuna yang berdekatan dengan museum kailasa. Sebelum masuk ke kawasan candi, kita makan siang dulu demi mengisi cacing perut yang sudah keroncongan. Setelah makan, kita bergegas ke dalam candi. Dengan biaya yang awalnya ditawarkan seharga 5ribu, akhirnya kita deal dengan harga 3ribu, soalnya kita rame-rame. Kawasan candi arjuna saat itu sedang dipugar, dan juga sedang dibuat panggung pagelaran sebab sabtu minggu nanti akan diadakan Dieng Culture Festival. Dinginnya udara di kawasan candi arjuna yang megah membuat kita terkagum-kagum.Setelah puas foto-foto, akhirnya kita memutuskan untuk kembali pulang ke rumah sodaranya detha. Tetapi sebelum pulang, kami mampir dulu di beberapa kedai oleh-oleh dan mencicipi minuman khas dieng yaitu Carica dan Purwoceng. Rasanya?wih mantap apalagi yang purwoceng, menambah gairah sekaleh (lebay). Setelah menikmati kedua minuman khas sana dan membeli beberapa untuk oleh-oleh, kita bergegas pulang dengan bus lagi. Cuaca saat kita pulang hujan deras, untungnya kita sudah di dalam bus.
|
Kawasan Candi Arjuna sedang di pugar |
|
Penulis narsih lah sekali-sekali |
|
Dibalut mendung dan dinginnya cuaca |
|
Para the Gengs |
Akhirnya kita sampai pukul 4 sore dan saat itu juga, gue dan sodara nya detha bernegosiasi dengan rental mobil yang akan kami sewa besok untuk berkeliling dieng yang cukup jauh dan pastinya untuk menikmati The Golden Sunrise Sikunir yang sangat fenomenal. Akhirnya setelah deal or no deal, kita deal dengan menyewa mobil Luxio seharian dari jam 3 pagi sudah dijemput, sudah termasuk bensin dan sopir seharga 400ribu. Malam hari nya kita pesta steak karena memang sodaranya detha sudah berencana untuk mebuat pesta steak ini. Lumayan lah untuk menambah stamina perjalanan esok hari.
Rabu 27 Agustus 2014
Tepat pukul 3 pagi kita bangun untuk melihat suatu panorama alam yang menjadi andalan wisata di Dieng, yaitu The Golden Sunrise Sikunir. Mobil yang kita sewa sudah menunggu di depan rumah sejak pukul 2 pagi. Sekitar jam setengah 4 kita meluncur ke sikunir. Masih dalam keadaan mengantuk, berdesakan di dalam mobil, dan ditambah kontur jalanan dieng yang sangat curam membuat beberapa temen merasa sangat mual. Bukit sikunir berada di Desa Sembungan, yaitu desa tertinggi yang ada di pulau jawa. Perjalanan selama 1 jam akhirnya kita tiba di sikunir. Perjalanan dari parkiran untuk menuju puncak bukit sikunir sekitar 20 menit paling cepat. Kami berangkat dari bawah jam 5 pagi. Kontur jalan dari bawah menuju puncak bukit sudah cukup bagus. Rata-rata jalan sudah menggunakan konblok batuan lalu disamping juga disediakan pegangan-pegangan agar tidak selip. Suhu saat kita mendaki cukup menusuk tulang sehingga membuat kita merasa sedikit pusing karena belum terbiasa dengan udara yang dingin dan tipis. Akhirnya setelah setengah jam perjalanan (karena membawa banyak teman perempuan dan rata-rata belum terbiasa) kita tiba di puncak I bukit sikunir. Kami semua sepakat untuk sampai puncak satu saja karena ada seorang dari teman kami yang sudah tidak kuat. Dari puncak I ini dapat terlihat 4 gunung besar di pulau jawa, yaitu Sindoro, Sumbing, Merapi, dan juga Merbabu. Pas kita sampai puncak untungnya matahari masih malu-malu menampakan dirinya. Akhirnya sekitar jam 6 pagi munculah panorama yang sangat indah, lautan awan berhias sinar emas matahari yang sangat terkenal dari dieng, yap The Golden Sunrise Sikunir! Tetapi buat gue pribadi yang sudah pernah ke Prau sebelumnya, masih indahan sunrise di Gunung Prau. Sebab selain lebih tinggi, juga lebih terbuka sehingga benar-benar bisa melihat the golden sunrise secara utuh menyinari 6 gunung besar di Jawa Tengah. Setelah puas berfoto dan menikmati indahnya the golden sunrise sikunir, kita turun sekitar jam 7 pagi. Kami kaget ternyata waktu turun ada toilet umum di puncak selayaknya toilet di parkiran sikunir. Setengah jam lamanya kami turun dan melihat keindahan yang tiada duanya lagim yaitu telaga cebong yang berada di balik bukit sikunir. Segera kami bergegas menuju tepian telaga cebong dan sarapan disana untuk melanjutkan perjalanan.
|
The Golden Sunrise Sikunir |
|
Telaga Cebong |
Setelah sarapan kami bergegas menuju kawah sikidang yang tidak jauh dari sikunir. Tiba disana masih pagi hari tetapi matahari sudah sangat terik, Ditambah bau belerang yang sangat kuat membuat kepala terasa puyeng. Tetapi untunglah ada pedagang yang berjualan masker murah seharga 2ribu, sehingga dapat meminimalisir bau belerang tersebut. Saat kami menuju kawah, antara heran dan kagum. Heran karena apakah kawah ini adalah hanya kawah belerang atau kawah vulkanis, kagum karena melihat gemuruhnya material yang dikeluarkan oleh kawah sikidang. Setelah puas melihat kawah utama, kita bergegas menuju pinggiran kawah untuk melihat keluarnya asap-asap belerang dari celah bebatuan. Asap yang dikeluarkan cukup panas dan berbau busuk, dan kita menemukan genangan air panas yang katanya kalo kita cemplungkan telur 10 menit sudah matang.Kami tidak lama disana sebab udara yang sudah sangat terik dan bau belerang yang sangat menusuk.
|
Kawah Sikidang dari kejauhan |
|
Material Kawah |
|
Asap belerang keluar dari celah bebatuan |
Setelah bergegas dari kawah sikidang, kami melanjutkan perjalan ke tempat wisata yang cukup jauh, yaitu ke Sumur Jalatunda dan Kawah Candradimuka. Pertama kita menuju sumur jalatunda yang terbilang sangat sepi, hanya rombongan kami saat itu berada disana. Ada hal yang unik ketika menuju sumur jalatunda, yaitu ketika menaiki anak tangga nya, cobalah untuk menghitung dalam hati dan setelah selesai coba beritahu ke yang lain, hasilnya ada yang sama dan ada yang beda dan kita sudah membuktikannya. Selain menghitung, kita juga mencoba melempar batu ke dasar jurang sumur jalatunda yang katanya tidak ada yang bisa sampai menyebrangi nya. Gue, wian dan arip sudah memecahkan kemustahilan itu dengan melempar batu sampai ujung sumur. Puas melihat seramnya sumur jalatunda yang katanya dahulu adalah suatu kaldera, kami bergegas menuju kawah Candradimuka.
|
Jurang Sumur Jalatunda |
|
Saling mencoba melempar batu |
|
Anak tangga menuju sumur jalatunda |
Hanya beberapa menit dari sumur jalatunda, akhirnya kita tiba di wisata Kawah Candradimuka. Jalan menuju kesana cukup berbatu dan sepi, padahal kawah candradimuka hampir sama bagusnya dengan kawah sikidang walaupun lebih kecil. Tidak jauh berbeda dengan kawah sikidang, tetapi yang membuat beda adalah adanya semburan sumber air panas yang selalu keluar dari permukaan tanah. Uniknya lagu di dekat sumber air panas tersebut, ternyata terdapat sumber air dingin yang berasal dari pegunungan. Jadi 2 sumber mata air yang berbeda karakteristik berada dalam satu kawasan, subhanallah.
|
Kawah Candradimuka |
|
Sumber air panas sekaligus belerang |
|
Sumber air dingin |
Puas melihat panorama kawah candradimuka, kita bingung mau kemana lagi. Awalnya kita ingin pergi ke air terjun sikarim yang ternyata tidak jauh dari bukit sikunir. Tetapi menurut info pak sopir, jalur menuju kesana masih sangat rusak terlebih sopirnya juga tidak tahu bahkan baru dengar jika ada air terjun sikarim di dieng. Setelah berdebat agak lama, ada seseorang dari bogor yang menyapa kami dan memberikan peta wisata dieng. Ternyata kawasan yang terdekat oleh kawah candradimuka adalah danau dringo yang katanya adalah danau tertinggi di dieng dan juga masih belum terjamah banyak orang. Oke kita melanjutkan perjalanan menuju danau dringo yang sejalur dengan kawah candradimuka. Jalurnya masih sangat rusak karena jarang ada wisatawan yang kesana. Setelah 15 menit berjibaku dengan jalanan yang cukup hancur, kita tiba di parkiran danau dringo. Jangan harap parkiran nya seramai dan ada pedagang seperti di sikuinir atau yang lainnya, hanya sebuah semak belukar saja. Jalan sedikit akhir nya kami melihat danau yang cukup luas berlatarkan bukit teletubis seperti di prau. Indah sekali pemandangan danau dringo, cuaca yang sejuk membuat badan rasanya ingin tidur di tepian danau. Di tambah sunyinya dan damainya suasana, sangat cocok untuk spot membuat skripsi kelak. Suatu saat nanti, gue dan temen-temen yang lain merencanakan untuk camping di tepi danau ini.
|
Danau Dringo |
|
|
Puas menikmati danau dringo kami bergegas melihat map wisata. Kita ingin ke kawah sileri tapi kata pak sopir kawah itu hanya bisa dilihat dari kejauhan saja. Oke skip sileri dan mencari yang terdekat dari dringo akhirnya menemukan air terjun, yaitu sirawe. Perjalanan menuju air terjun sirawe yaitu melewati kawah sileri yang sangat besar tetapi hanya dapat dinikmati dari kejauhan saja. Setelah melewati kawah sileri, jalanan sudah sangat tidak bersahabat, hancur sekali. Kita bertanya kepada masyarakat sekitar katanya air terjun sirawe jalanannya tidak bisa dimasuki mobil, harus jalan kaki dan jalurnya sangat ekstrim. Kami dibuat down tetapi kita gak menyerah sampai akhirnya bener-bener menyerah ketika mobil ini mogok ditengah-tengah tanjakan yang sangat curam, malah melebihi tanjakan nagreg. Ternyata air tejun sirawe masih sangat minim dikunjungi seseorang sehingga akses menuju kesana sangat sulit. Setelah saling rembukan bersama, akhirnya kita memutuskan untuk tidak pergi kesana karena rata-rata temen gue belum berpengalaman untuk menelusuri trek yang sangat ekstrim.
Setelah itu kita melakukan perjalanan pulang dan mampir ke tempat jualanan oleh-oleh khas dieng. Kebanyakan pada beli carica yang memang minuman khas sana tetapi gue dan bagus mencicipi minuman kuat khas dieng yaitu Purwoceng yang ternyata tidak ada efeknya kalau tidak "dipraktekan". Sore hari tepat jam 3 kita tiba lagi dirumah untuk istirahat karena esok nya kita akan pulang ke depok lagi. Malam harinya kita mencicipi makanan khas wonosobo, yaitu Mie Ongklok. Kita tidak mencicipi di tempat mie ongklok yang terkenal sebab sudah malam, hanya yang pinggiran dekat rumah saja. Harganya pun murah, hanya 8ribu tetapi sayangnya mie nya sangat sedikit. Buat yang baru pertama ngerasain kaya gue, rasanya si enak, kentel-kentel gimana gitu kuahnya ditambah dengan sedikit bumbu kacang. Apa lagi didampingin sama sate ayam/kambing/sapi, makin mantap cak! Puas bermakan ria, kami bergegas pulang dan bermain uno sebentar sebelum tidur di kamar masing-masing.
Kamis, 28 Agustus 204
Kami pulang kamis siangnya, tepat jam 2 bus dari wonosobo ke purwokerto jalan dan tiba di stasiun purwokerto jam setengah 6 sore. Tetap sama seperti berangkat yaitu naik kereta progo yang datang jam 6 sore lebih dikit. Di dalam kereta pun kita tidak tidur, tetapi bermain uno dan juga saling tes tesan seperti tes psikopat dan tes kepribadian yang sudah mainstream. Tiba di stasiun jatinegara sekitar jam setengah 12 malam, kita tidak langsung pulang dengan taksi, tetapi kita tidur dulu di stasiun sampai pagi menunggu kereta commuterline yang paling pagi
|
Foto bersama sebelum pulang |
Itulah cerita liburan gue di dieng yang sangat wonderful sekali pemandangan alam yang tiada taranya dan keramahan penduduk yang menjadi buah manis bagi para pelancong seperti kami, terimakasih Dieng! dan juga gak lupa gue dan temen-temen semua mengucapkan banyak terimakasih sama sodaranya detha yang betul-betul care banget sama kita, mau dibuat repot, pokoknya kami betah dan terimakasih.
Satu quote yang gue bikin sendiri "Selain nikmat sehat, nikmat iman, dan nikmat taqwa, yang harus dinikmati lagi semasa muda adalah menikmati suguhan alam yang sangat indah sebagai bagian kecil dari surga yang Tuhan berikan untuk negeri tercinta ini, yaitu Indonesia".
Komentar
Posting Komentar