Gunung Pulosari 1346 Mdpl : Si Kecil Yang Menggigit

Lebaran orang-orang berbondong-bondong ke kampung halaman untuk silaturahim ke sodara-sodara yang jarang ditemui. Lah gue mah kaga, maksudnya kaga mudik soalnya keabisan tiket duluan. Padahal waktu itu gue uda bela-belain begadang 3 bulan sebelum lebaran tetep aja ga dapet tiket. Dari pada bete kan dirumah padahal hari itu masih libur lebaran, alhasil gue dan temen gue si Arif dan Farhan berinisiatif untuk melakukan perjalanan sekaligus juga pemanasan. Maklum selama bulan Ramadhan kemarin jarang olahraga. Dipilih lah gunung yang berada di barat Ibu Kota, gunung kecil tapi denger-denger cerita orang, gunung ini memiliki trek yang ga kenal ampun jahanamnya.




Rencana ini udah gue tentuin 2 hari setelah hari raya tepatnya tanggal 19 Juli, supaya punya jeda nafas untuk silaturahim dulu ke sodara-sodara dekat. Kebetulan juga, temen gue si Arif dan Farhan ga mudik, yasudah jadi kita bertigaan aja kesananya. Menuju Gunung Pulosari yang berada di daerah Mandalawangi, Pandeglang bisa melalui beberapa cara dan cukup mudah dijangkau apabila menggunakan kendaraan pribadi. Tetapi apabila menggunakan kendaraan umum, bisa menggunakan bus jurusan Kalideres-Labuar lalu berhenti di pertigaan mengger dan juga menggunakan kereta api dari Tanah Abang atau Duri dan berhenti di Stasiun Rangkasbitung.

Kita memilih menggunakan Kereta dengan konsekuensi jalur yang memutar dan tidak praktis. Kenapa? Secara logika, bus AKAP (Karena Banten sudah beda provinsi) akan naik segila-gilanya harga. Ternyata bener, pas nanya orang, bus Asli Prima jurusan Kalideres-Labuan jika turun di Mengger biasanya 30ribu, kemarin pas lebaran bisa 80-120rb.Kita menggunakan kereta Rangkas Jaya seharga 15ribu saja dan sampai di Rangkasbitung jam 10 pagi.

Sesampainya di Rangkas, kami meneruskan dengan angkot ke Terminal Mandala lalu meneruskan kembali ke Terminal Pandeglang. Harga angkot pun naik 20% karena lebaran. Dari terminal Pandeglang menuju Mengger kami ngebeng dengan truk kosong dan saat itu sedang macet parah sehingga perlu 3 jam dari Pandeglang menuju pertigaan Mengger. Dari pertigaan Mengger, kita meneruskan angkot menuju Pasar Pari, dan dari Pasar Pari menuju basecamp Pulosari, dapat menggunakan Ojek.

Setibanya di warung (lupa namanya, tapi tu warung rame pisan), kami bertiga istirahat sejenak karena perjalanan yang cukup melelahkan, panas dan macet total. Serasa badan segar kembali, sekitar jam 4.20 sore pun kami melakukan pendakian dengan tujuan yaitu Kawah.

Perjalanan dari warung menuju Curug Putri memakan waktu 45 menit saja dengan trek yang cukup menanjak. Pengalaman juga buat gue, Gunung Pulosari ini asli panas banget, perjalanan dari warung sampai curug saja sudah gobyos keringet ditambah trek yang menanjak. Di curug kita bayar dulu retribusi sebesar 5ribu rupiah baik untuk hiking Pulosari, atau hanya sekadar menikmati Curug Putri saja. Curug Putri juga sebagai sumber air terakhir yang jernih di Pulosari. Karena setelah itu, di kawah ada sumber air tetapi sudah tercampur belerang.

Perjalanan dari Curug Putri menuju kawah tidak kenal ampun, full ngetrek dengan tanjakan yang cukup curam dan minim bonus. Perjalanan dari curug putri menuju kawah memakan waktu 1 jam 20 menit karena istirahat adzan mahgrib juga. Setibanya di kawah yang sudah gelap dan tidak begitu ramai, kami mencari spot yang enak untuk mendirikan tenda. Setelah tenda berdiri, masak-masak, dan makan malam, kami bertiga mengobrol bersama pendaki lain dan lekas istirahat sekitar jam 10 malam.

Cerahnya langit Pulosari


Kami semua bangun jam 6 pagi, kesiangan banget dan memang belum ditakdirkan untuk summit melihat sunrise di Pulosari. Setelah bangun, kami membuat sarapan terlebih dahulu supaya ada tenaga untuk summit. Melihat kawah yang cukup besar, ada kesenangan ditambah kengerian kalau-kalau ini kawah tiba-tiba meledak. Bau belerang pun sangat kuat, jadi yang ga kuat belerang, sabar-sabar ya.

Kawah Pulosari

Asap belerang yang selalu keluar





Di sekitaran kawah juga terdapat warung-warung pedagang seperti minum, makanan instan, gorengan dll dengan harga yang agak mencekik menurut gue dan juga ada kamar mandinya. Kita pun memulai perjalanan menuju puncak sekitar jam 10 pagi, yap siang banget karena kemageran kita yang sudah nikmat sendiri melihat kawah.

Perjalanan menuju puncak terdapat 2 jalur, ada yang lurus melewati kawah dengan trek jahanam tetapi hanya memakan waktu 30 menit, atau memotong lewat punggungan kanan gunung dengan memakan waktu satu jam lebih. Kami memilih berangkat lewat yang trek jahanam dan turun dengan trek normal puncak Pulosari.

Memang gila itu trek, bebatuan cadas yang rawan longsor dengan kontur jalan menanjak tajan 70-80 derajat uda kaya Rock Climbing saja. Untungnya, vegetasi hutan yang cukup lebat membuat perjalanan terasa adem meskipun trek yang dilewati sangat jahanam. Memang ga perlu waktu lama untuk disiksa, perjalanan 45 menit akhirnya kami tiba di puncak Pulosari yang saat itu sedang cerah menuju mendung. Di puncak pun, gue cuma bisa ngeliat dengan gagah gunung Karang dan juga daerah Pandeglang, 15 menit kemudian tiba-tiba langit pun jadi gelap, alhasil gue, arip, dan farhan memutuskan untuk turun saat itu juga.

Puncak Pulosari relativ sempit, tetapi memanjang dan juga terdapat sumber air disini, akan tetapi airnya sangat keruh. Menurut informasi temen yang deket tenda saya, airnya keruh bukan karna lagi musim kemarau, tetapi karena banyak nya pendaki yang asal ngambil air sehingga endapan lumpurnya terangkat.

Puncak Pulosari

 Pemandangan Gunung Karang

Kawah Pulosari dari puncak


TriMasKentir


Puncak yang relatif sempit



Turun pun ga pake lama, cukup 30 menit kami tiba kembali di kawah dan bersiap-siap untuk packing. Cuaca pada saat itu labil, kadang terik kadang mendung. Kami pun turun sekitar jam 12.30 siang dengan tujuan mampir dulu di Curug Putri untuk beristirahat.




Kami tiba di Curug Putri sekitar jam 1 siang dan kondisi curug sangat ramai. Kami pun diam saja di pondok untuk masak makan siang dan mengambil air. Kita baru turun lagi jam 3 sore dan sampai di warung dengan keadaan sehat walafiat jam setengah 4 sore. Perjalanan pulang pun sama seperti berangkat. Tetapi kami sangat beruntung, ketiga di pertigaan Mengger, kami pas-pasan dengan angkot 06 A jurusan Kp.Melayu - Gandaria yang habis mengantarkan tetangganya mudik ke Labuan. Alhasil kami pun diberi tumpangan dan diantar hingga stasiun tebet.

Gue ada beberapa tips bagi kalian yang mau mencicipi si gunung pendek nan pedes ini
  • Banyak cara menuju roma, banyak cara juga menuju pulosari. Tinggal kalian pilih saja mau menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum.
  • Kalau transportasi umum, saran gue sih mending naik bus Asli Prima atau apapun jurusan Kalideres-Labuan, nanti turun nya di pertigaan Mengger. Bisa juga naik bus dari Kp.Rambutan nanti turun di Serang, dari Serang cari angkot yang ke arah Pandeglang, dari Pandeglang cari angkot yang ke Pasar Pari
  • Kalau mau naik kereta rutenya Tanah Abang/Duri - Rangkasbitung, St. Rangkas - Terminal Mandala, Terminal Mandala - Pandeglang, Pandeglang - Pasar Pari
  • Dari Pasar Pari menuju warung tidak ada angkot, jadi harus menggunakan ojeg atau nebeng mobil bak kalau beruntung
  • Trek dari warung sampai puncak sangat minim bonus, fisik benar-benar harus kuat ditambah cuaca yang panas dan kering, tidak perlu pake jaket tebal atau sleeping bag.
  • Di kawah terdapat kamar mandi dan juga warung, jadi ga perlu takut buang air sembarangan dan juga kehabisan stok makanan.
  • Sumber air terakhir yang jernih ada di curug putri. Di kawah sebetulnya ada, tetapi baiknya bawa selemek atau kain sejenis untuk menyaring belerang nya.
Itu dia pengalaman gue mendaki sekaligus buat pemanasan lagi untuk hiking-hiking selanjutnya. Intinya lo jangan ngeremehin gunung pendek, ini gunung emang cuma dibawah 1500 mdpl tapi treknya cukup kejam bila dikatakan untuk gunung pemula. Oke deh sekian aja, selamat bereksplorasi di negeri sendiri dan salam lestari kawan!


Gunung Pulosari, 19-20 Juli 2015

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Bau lu bay akwakwkawk ajak-ajak dong. sidang ae dulu

    BalasHapus
    Balasan
    1. anjir lu don kampret wkwk revisi aje dulu

      Hapus
  3. Hi mau nanya , warung yg di kawah bisa di pake buat nginep gak, rencana pengen solo trip, naah maunya sih tektok klo misalkan cuaca gak bersahabat kira kira klo ga bawa tenda itu warung bisa buat singgah ga, kaya camp david di papandayan gtu ga, thx yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seinget saya warungnya itu kaya gubug, tapi kalau pemiliknya lagi turun kurang tau juga gubuknya di kunci atau ngga. Tapi waktu saya kesana, ada kok beberapa pendaki yang tidur di warung-warung, cuaca juga ga begitu dingin jadi masih aman kalau tidur pakai jaket

      Hapus

Posting Komentar